Sugeng Yulianto, Tak Takut Bermain Domba

Adalah Sugeng Yulianto, lulusan Fakultas peternakan UGM yang menjadikan domba sebagai mainan utamanya. Bagaimana tidak, disaat banyak wisarusahwan lain yang enggan menjadikan domba sebagai lahan usaha. Lelaki kelahiran Magelang ini malah melihatnya sebagai peluang bisnis yang potensial. Lantas apa yang memantapkan hatinya menggeluti usaha jual beli domba.

Berawal ketika Sugeng berhenti bekerja di perusahaan pakan ternak di Jakarta pada 2007 silam. Ia memutuskan pulang ke kampung halaman. Kebetulan bertemu dengan teman satu angkatan, yang bekerja di pengadaan domba nasional. Sugeng mendapat pesanan 6000 ekor. Saat itu sistem pengadaan yang digunakan ialah sistem timbang berat badan. Artinya domba yang dibeli dihargai berdasarkan berat badan dari domba tersebut.

Sugeng mulai mencari domba di pasar. Ternyata setelah sampai di pasar ia tak mendapat domba seekorpun karena kebanyakan orang membeli domba dengan sistem ekoran. Ia pun sempat ditertawakan karena membawa timbangan ke pasar. Pulang dengan tangan hampa tak membawa seekorpun domba. Hari berikutnya ia memutuskan untuk membeli sistem ekoran. Namun ketika proses pengiriman, ternyata ia mengalami banyak kerugian disebabkan perbedaan antara hitungan ekor dan timbang. Pengadaan domba pertamanya itu ia rugi sekitar 20% lebih.

Program Betina Bunting

Belajar dari pengalaman itu, tahun 2008 itu ia mulai menawarkan ke petani rekanan dengan sistem timbang untuk mendapatkan domba pesanan. Agar sistem ini berjalan lancar, ia mengenalkan program “Betina Bunting”. Betina bunting adalah cara yang ia tawarkan dengan menyiapkan kambing betina yang telah dibuahi oleh jantan untuk diserahkan ke petani. Ia mulai merombak sistem pengadaan dombanya dengan puasa pengadaan selama 6 bulan. Waktu 6 bulan ia gunakan untuk membeli betina- betina dari para peternak. Harga betina cukup murah pada waktu itu. Lantas dari betina-betina domba ia kawinkan untuk dapat menjadi betina bunting. Cara yang digunakan untuk memprediksi betina bunting ini terdapat beberapa cara, yakni dari air susu yang diproduksi dan dari kondisi fisik.

Keunggulan program ini: Garansi 4 bulan, jika tidak beranak, indukan betina ditukar dengan ada penggantian biaya jika ada selisih berat.

Kemitraan Mandiri

Sistem kemitraan yang diusulkan Sugeng ialah sistem kemitraan mandiri. Artinya, sistem jual beli namun tidak putus. Ada sistem garansi, jika betina bunting yang diserahkan ke petani selama 4 bulan tidak mengalami perkembangan, maka dapat dijual lagi ke Sugeng. Penjualan ini juga menggunakan sistem timbang, jika berat badannya bertambah maka itu adalah kelebihan peternak. Akhirnya, dengan bibit betina bunting dari Sugeng, ia secara tidak langsung membangun ikatan emosional dengan peternak kambing lewat anakan dombanya.  Tak ingin egois, Sugeng tidak memaksa peternak program betina bunting untuk harus menjual anakan dombanya ke dirinya. Peternak juga boleh menjual anakan betinanya ke Sugeng kembali maupun dijual kepada orang lain. Namun, banyak peternak dari program ini yang lebih memilih menjual anakan domba kepada sugeng. Kesederhanaan dan perhatian Sugeng membantu peternak dalam proses budidaya mampu mengambil hati mereka. Ia dengan sukarela membantu peternak jika ada domba yang sakit dan membutuhkan pertolongan khusus.

Sistem Timbang Domba

Sistem timbang yang diterapkan pada ternak domba memiliki keistimewaan dibanding dengan ternak lain. “Sistem timbang di pada sapi tidak dapat berjalan, karena sapi dapat di glonggong. Sapi yang akan dijual dengan sistem timbang biasanya oleh peternak nakal akan di kombor dengan air.  Pembeli sapi dengan sistem timbang begitu datang ke peternak sapi ia akan mengajak 4 sampai 5 jam untuk mengobrol. Daya tahan lambung sapi hanya bertahan 4 sampai 5 jam maka sapi mengeluarkan urine dan akan normal kembali berat badannya.” cerita Sugeng kepada tim petanimuda.org.

Domba tidak memiliki pengaruh pada berat badan jika dikombor. Tidak ada penambahan berat badan instant. Ada energi yang hilang. Maka dari itu sistem timbang pada domba memudahkan transaksi. Pada sistem timbang juga lebih jujur, kambing gemuk dibayar mahal kambing kurus juga dihargai rendah. Harga ditentukan oleh sistem karkas yang ditentukan Rumah Potong Hewan (RPH). Karkas adalah potongan daging tulang tanpa kepala, kaki, kulit dan jeroan. Untuk domba persentase karkasnya sekitar 45% dan dagingnya 75 % dari karkas. Setiap dini hari RPH akan mengeluarkan harga karkas untuk hari tersebut. Harga karkas setiap kota akan berbeda. (ganti beberapa kalimat dengan kalimat langsung)

Kelebihan lain dari sistem timbang ini ialah menghindari proses tawar menawar (negosiasi). Pada sistem ini juga memungkinkan pembelian yang dapat diwakilkan. Sehingga mempermudah proses pembelian kambing. “Jika akan membeli 1 domba dengan sistem negosisasi bisa membutuhkan waktu hingga 30 menit, bisa dibayangkan waktu yang dibutuhkan jika membeli 10 domba, jadi sistem negosisasi kurang efisien waktu.”, jelas Sugeng.

Perjalanan Sugeng

Sejak 2009 dimulainya usaha ini lelaki akrab disapa Sugeng ini memantapkan diri mendirikan CV Agri Nusa Mitra Sejahtera. Ia juga mengembangkan usahanya ke arah fermentasi pakan untuk nutrisi ternak. Tahun ia juga telah merintis catering pengolahan daging domba sebagai unit bisnisnya yang lain.

Kini dengan permintaan 60 ekor perminggu ia telah cukup stabil dalam mengirim domba ke konsumennya. Jaringannya tersebar mulai dari kota-kota sekitar Magelang, Temanggung, Wonosobo, Kutoarjo, Solo dan Karang Anyar. Bisnis ini ia tekuni karena melihat potensi pasar yang cukup besar mengingat domba tidak memiliki pantangan dari agama apapun. Domba mudah dibudidayakan di daerah manapun serta tidak tergantung pakan pabrikan. Saat ditanya kenapa ia memilih domba dibandingkan kambing dengan setengah bercanda Sugeng menjawab, Domba punya rasa, sedangkan Kambing punya nama. Hal ini ada benarnya, mengingat domba sebenarnya sudah cukup akrab dengan masyarakat dalam sajian sate kambing yang banyak tersedia. Masyarakat terlanjut menyebutnya sate kambing bukan sate domba, padahal domba dan kambing binatang yang berbeda.

Dari segi ilmu taksonomi, domba dan kambing berbeda pada tingkat spesies dan genus. Domba memiliki nama latin Ovis aries, sedangkan kambing bernama latin Capra aegagrus hircus. Secara fisik, kambing dan domba berbeda. Kambing, mempunyai rambut yang panjang di sebagian tubuhnya dan tidak perlu dilakukan pencukuran bulu. Domba, menghasilkan wool yang dapat di cukur secara berkala. Telinga kambing sebagian besar terjulai ke bawah dan panjang, sedangkan pada domba, telinganya menegak ke atas atau tidak terjulai. Nah, menarik bukan? (Leana.)