Seorang kawan muda pegiat pertanian sempat berujar ”Mas Qomar turun gunung”, ketika mendapati lelaki pemilik nama lengkap Muhammad Qomarun Najmi, mengisi diskusi di Fakultas Pertanian UGM beberapa waktu lalu. Qomar belakangan memang lebih banyak mendampingi petani di lapangan, ketimbang menghadiri kegiatan diskusi formal.
Awal mula berkecimpung di pertanian ketika Qomar melanjutkan kuliah di Fakultas Peternakan UGM 1999 silam. Memulai aktivitas sebagai mahasiswa, alumni SMA 6 Yogyakarta ini membudidayakan ikan gurami di lahan pondok pesantren milik keluarga di Ploso Kuning, Sleman. Hasil yang di peroleh untuk membantu kemandirian pondok pesantren.
Tak hanya budidaya ikan gurami, tahun 2000 Qomar melirik usaha ayam kampung dan budidaya lele yang hingga kini tetap ia geluti. Tak hanya budidaya ikan, Qomar yang sejak kecil sudah akrab dengan lahan pertanian juga terbiasa budidaya padi dan hortikultura. Lulus kuliah 2009, Qomar sempat menjadi Tenaga Harian Lepas (THL) di Dinas Pertanian DIY. Pekerjaan yang semakin mendekatkannya dengan petani ini ia geluti selama 3 tahun.
Ketertarikannya dengan pertanian tak hanya digeluti dalam bentuk kegiatan usaha di bidang pertanian. Qomar juga aktif mengenalkan pertanian pada generasi muda. Bermula dengan aktif di Sekolah Tani yang diwadahi oleh Pusat Studi Ekonomi (Pustek) UGM, Qomar merintis dibentuknya Sekolah Tani Muda (Sekti Muda) pada 2013. Hal ini tak terlepas dari kegelisahannya melihat kondisi pertanian Indonesia.
“Pertanian merupakan kerja besar karena melibatkan banyak orang. Pertanian Indonesia dalam kondisi darurat perlu segera diperbaiki. Petani yang mengusahakan hortikultura masih ada anak muda, sedangkan tanaman pangan sebagian besar yang usianya sudah relatif tua. Mendesak regenerasi petani”, tutur lelaki sederhana penggemar Tan Malaka ini.
Bergelut di bidang pertanian, bagi Qomar sangat penting tahu teknologi budidaya pertanian. Berbagai hal ia lakukan, mulai dengan studi literatur, belajar pada ahli pertanian, belajar langsung pada petani, ataupun dengan praktik mandiri bercocok tanam. Tak hanya di Yogyakarta, Qomar belajar sekaligus mendampingi petani sampai ke Sulawesi dan Kupang.
Desember 2012 melalui program salah satu produsen pupuk organik, Qomar berkesempatan ke Sulawesi Selatan, tepatnya kabupaten Sopeng, Wajo dan Gowa. Selama 4 bulan ia mendampingi petani teknologi pertanian yang ramah lingkungan. Termasuk membuat pupuk dari Mikroorganisme Lokal (MOL) bonggol pisang, jantung pisang dan timun. Hasil yang didapat efisiensi biaya produksi padi serta peningkatan hasil sekitar 1 ton/ ha lahan.
Pada tahun 2013 Qomar mendampingi petani padi di daerah Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Sekitar 15 orang petani padi menjadi dampingannya. Berlanjut tahun 2014, Qomar mendampingi petani di Kupang dalam budidaya jagung. Ia pun dipercaya menggarap lahan halaman kantor Gubernur Kupang. Lahan tandus yang sebelumnya untuk lapangan upacara itu ia sulap menjadi lahan budidaya jagung yang produktif. Hasil budidaya jagung di daerah tersebut yang biasanya hanya 3-3,5 ton/ha, lewat tangan dinginnya bisa meningkat menjadi 8,5 ton/ha.
Tak hanya budidaya pangan, Qomar juga mendampingi budidaya hortikultura seperti cabai. Hal ini ia lakukan dengan mendampingi petani cabai di Temanggung. Pertanian yang ramah lingkungan ia kenalkan pada budidaya cabai yang biasanya kaya pemakaian pestisida sintetik. “ Pengendalian penyakit layu kami gunakan Tricogreen, dan ini efektif mengendalikan penyakit layu pada cabai”, jelas lelaki kelahiran 21 Februari 1981 ini.
Tak berhenti sampai disana, Qomar juga mendampingi petani membuat pestisida nabati berbahan daun sirsak dan kunyit untuk pengendalian hama trips pada cabai. Hasilnya panen cabai melimpah dengan penghematan biaya produksi.
Aktivitas “wisata’ mendampingi petani ia lakukan mengingat pertanian Indonesia butuh perubahan di semua lini. “Seperti terasa 10 tahun belakangan, biaya produksi naik, produktivitas lahan menurun, sedangkan harga produk pertanian cenderung menurun. Dalam posisi ini petani yang paling dirugikan. Perbaikan perlu penguatan petani dan organisasi tani. Pencapaian akan lebih mudah melalui organisasi. Minimal membuat petani memiliki posisi tawar” tutur Qomar bersemangat.
Melengkapi pengetahuan di bidang pertanian, Pada Maret 2015 selama 4 bulan Qomar berkesempatan belajar ke petani di Thailand, Kamboja dan Vietnam. “ Di Thailand dan Vietnam terasa sekali kehadiran negara di bidang pertanian” , cerita suami Desy lestari serta ayah Anak Irsyadulhadi dan Aisya Karima ini.
“Pemerintah mendukung riset di bidang pertanian, benih unggul, serta dampingan langsung ke petani tentang teknologi pertanian. Petani sangat mudah mengakses hasil riset, sehingga perkembangan pertaniannya sangat terasa. Tak hanya sampai di budidaya, pemerintahpun terlibat dalam promosi hasil pertanian”, terangnya.
Qomar juga menjelaskan sistem pendampingan petani di Thailan dan Vietnam, dimana tiap kelompok tani ada 3 orang pendamping lapangan. 1 orang sebagai koordinator, 1 orang bertugas mendampingi petani di bidang teknis budidaya dan management organisasi, 1 orang lagi bertugas di bidang pemasaran. Sedangkan di Kamboja, Qomar melihat negara tidak banyak ikut campur dalam bidang pertanian. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pemilik modal. Namun, kondisi ini menjadikan petani cukup terbuka dengan adanya teknologi baru di bidang pertanian.
Kemajuan pertanian di negara tetangga seolah menjadi cambuk bagi Qomar. Ia semakin mantap membangun relasi dengan petani. Penampilan sederhana dan pendekatan kekeluargaan yang ia lakukan selama ini cukup efektif mendekatkan pada petani. “Awal mula transfer teknologi, saya tidak serta merta menyarankan mereka mengikuti teknologi yang saya tawarkan. Bagi yang masih ragu saya persilahkan membandingkan teknologi saya dengan teknologi yang biasa mereka lakukan. Melihat hasil budidaya yang efektif petani biasanya akan tertarik dengan teknologi kita” tambahnya.
Kemandirian dan kebersamaan menjadi pegangan Qomar setiap keliling mendampingi petani. Kemandirian bukan personal tapi secara kelembagaan. Seperti sore itu di awal Juni 2016, Qomar nampak bersama petani di daerah Degolan- Sleman, membuat tempat pembuatan kompos. Tak sendiri, mereka juga dibantu petani dari Turi dan Cangkringan-Sleman, jejaring yang dibuat Qomar. Jejaring itu tak muncul begitu saja.
Awal mula Qomar mengenal Edi Setiyadi petani pepaya california di Cangkringan terjadi akhir 2015. Edi hanya bisa meringis melihat 500an pepaya berusia 1,5 tahun miliknya terserang penyakit layu. Ancaman pepaya busuk dan mati seolah di depan mata. Beruntung Edi bertemu Qomar dan disarankan menggunakan produk pengendalian hayati pada media tanam, lebih dari 60% pepayanya dapat diselamatkan. Kerjasama diantara mereka pun terus berlanjut.
Pendampingan yang Qomar lakukan cukup profesional. Ada pembagian profit yang menguntungkan petani. Seperti program pembagian benih pepaya California pada beberapa petani dengan kewajiban mengembalikan 2 buah pepaya hasil panen. Atau kerjasama dengan petani pembudidaya benih lele dengan sistem bagi hasil, 62% dari nilai jual menjadi hak petani . Petani juga ia bantu dalam pemasaran produk, karena jalur distribusi yang panjang merugikan petani. Nilai jual yang lebih tinggi pun bisa dinikmati petani.
Di akhir perbincangan, sambil menyiapkan media pembenihan cabai di lahan Ploso Kuning, Qomar mengungkapkan mimpinya: Merdeka 100%.Wah! (Le)