Mengangkat Nama Petani melalui Kopi

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan Indonesia yang memiliki prospek bisnis menjanjikan. Selain itu, berbagai cita rasa kopi yang unik menjadikannya salah satu daya tarik bagi pengemar kopi. Tak terkecuali pemuda satu ini, Nikolas Deni Firma atau yang akrab disapa Deni.

Berawal dari secangkir kopi Arabica yang ia nikmati bersama petani di daerah Temanggung. Deni mulai berfikir untuk mengembangkan kopi di Indonesia. Cita rasa kopi Arabica yang asam, pahit, dan memiliki aroma khas membuat Deni tertarik dengan kopi.

“Mulai Semester 3 penasaran akan kopi hingga akhirnya saya jalan-jalan ke daerah Temanggung. Saat itu belum kenal dengan siapa-siapa dan pada akhirnya dipertemukan dengan petani kopi bernama Mas Anas dan Pak Mukidi. Kami berkeliling kebun kopi seharian dan disuguhi kopi Arabica yang rasanya asam. Saya berfikir bahwa biasanya kopi itu pahit, tapi kopi yang satu ini memiliki rasa asam  dan ada aroma tembakau. Kemudian saya berpikir bahwa di Jogja banyak kedai kopi namun tak menyajikan kopi semacam itu,” papar Deni.

Deni yang tercatat sebagai mahasiswa dari jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UPN Yogyakarta ini memiliki semangat yang kuat untuk lebih mendalami tentang kopi. Tak hanya sebagai penikmat atau peracik kopi tetapi juga proses kopi dari hulu hingga hilir. Rasa penasarannya akan tanaman kopi di bagian hulu, ia pecahkan dengan cara banyak berbincang dan berdiskusi dengan petani mengenai cara budidaya kopi.

Deni banyak menjalin relasi tak hanya dengan petani di Temanggung namun juga dengan petani yang ada di Bandung dan Malang. “Saya senang ketika bisa sharing banyak hal dengan petani. Petani itu hebat pengetahuannya banyak sekali karena mereka belajar dari apa yang mereka lakukan di lapangan. Jika pengetahuan kita dibandingin dengan petani tak ada apa-apanya. Jadi setiap ada kesempatan bertemu dengan petani, saya berusaha menjalin relasi dengan petani  itu,” papar Deni.

Untuk pengalaman akan pengolahan kopi di pasca panen (hilir) Deni belajar dari sekolah barista di Alam sutra, Jakarta. Selain itu, ia juga banyak belajar dari pengalamannya ketika mengambil pekerjaan paruh waktu menjadi barista.

“Awalnya saya sempat bekerja sebagai barista di salah satu café’ di gejayan. Namun saya resign karena ketahuan oleh orang tua terus dilarang,” jelas Deni sambil tertawa.

Setelah Deni merasa memiliki ilmu yang cukup walaupun ia terus tetap belajar, Deni memberanikan diri untuk mencoba membuka usaha kedai kopi. Berawal dari hobinya yang menyukai traveling dan berwisata, ia mengamati pedagang kaki lima yang menjual kopi instan di sekitar tugu sampai nol kilo meter kota Yogayakarta yang laku keras oleh wisatawan.

Membaca peluang yang ada, Deni memberanikan diri untuk membuka kedai kopi. Mendirikan usaha ini dengan modal yang ia punya sendiri. Mendesain gerobaknya sendiri lalu tukang las untuk membuat kerangkanya, setelah itu dia menggunakan kayu dari neneknya yg di kulon progo untuk menyempurnakan bentuk gerobaknya. Setelah itu untuk penerangan deni dibantu ayahnya untuk memasang lampu dengan menggunakan accu.

“Saya memberanikan terjun dalam usaha kedai kopi pas semester 4 kuliah, orang tua awalnya tak mendukung karena tak boleh kuliah sambil kerja, karena tujuan ke jogja adalah kuliah. Tapi akhirnya orang tua sangat mendukung. Ya kalau bagi waktu harus pinter-pinter. Harus pinter juga baca peluang dan memanfaatkan kesempatan,” ujar Deni.

Berasal dari tekad yang kuat tersebut, kedai KOLING terbentuk. Usaha kedai kopi ini, merupakan usaha yang menyajikan kopi namun menggunakan gerobak. Istilahnya ‘kopi keliling’ jadi pada awalnya koling berpindah-pindah jualannya dari tugu jogja sampai nol kilo meter. Kedai kopi yang satu ini berbeda dari kedai-kedai yang ada karena menjajakan kopi ala café dengan gerobak sepeda yang sederhana. Selaim itu keunikan lain sekaligus digunakan sebagai media branding yaitu baristanya menggunakan kostum baju lurik serta blangkon.

Untuk memenuhi kebutuhan di kedai kopinya, Deni menggunakan biji kopi yang berasal dari Temanggung. Biji kopi yang ia beli dari petani langsung, jika ia membeli lewat tengkulak harganya sekitar Rp. 70.000/kg namun jika beli di petani harganya sekitar Rp.30.000. Walaupun Deni membeli dari petani langsung ia tak pernah membeli dengan harga pas karena menurutnya jerih payah petani perlu dihargai.

Menu-menu kopi yang ia jajakan  menggunakan nama petani, seperti kopi susu petani dan kopi petani. Nama petani tersebut ia ambil karena menurutnya petani sangat berjasa dan petani merupakan cerminan dirinya, karena Deni bangga menjadi bagian dari kelompok petani kopi.

Koling tak hanya menjual kopi saja namun juga minuman non kopi. Menu kopi yang disediakan oleh Koling seperti: Es kopi susu petani, Kopi susu petani, Kopi hitam, V 60- Arabica, kopi nangka, kopi pisang. Selanjutnya bagi yang lebih menyukai minuman non-kopi, Koling juga menyediakan menu seperti: Dark Choco Gk, Greentea latte, The tarik special. Tak perlu ragu untuk mencoba menu di Koling karena harga dapat terjangkau dengan kisaran harga 10 hingga 15 ribu. Untuk jam operasional di Koling dari pukul 19.00 WIB hingga 01.00 WIB.

Seiring berjalannya waktu, peminat koling sangatlah banyak. Kini ia sudah memiliki lebih dari 30 gerobak kopi keliling yang tersebar di tiga kota yang berbeda yaitu Yogyakarta, Solo, dan Semarang. Penghasilan dari penjualan kopi tersebut mencapai 200 juta per bulan.

Setelah berhasil membangun kedai kopinya Deni tetap terus berinovasi untuk menjaga pelanggannya. Salah satu yang Deni lakukan adalah dengan menjaga kualitas kopi sehingga cita rasa tetap berkualitas juga menciptakan inovasi baru seperti membuat variasi kopi buah dengan buah nangka dan kopi pisang. Selai itu, Deni juga aktif di media sosial instagram sebagai salah satu usaha untuk tetap dekat pelanggannya.

“Jadi pengusaha itu tak gampang, karena tak bisa akutansi harus belajar akutansi dari orang terdekat, harus melakukan pendekatan dengan SDM, cara memperlakukan karyawan itu tak gampang. Saya menganggap karyawannya sebagai temannya namun pada saat kerja harus tetap pada posisi masing-masing. Sehingga karyawan koling sudah dekat seperti keluarga kecil. Untuk generasi muda jangan malu dengan apa yg kita lakungan terutama di sektor pertanian menurut saya petani itu pahlawan terbesar karena tanpa mereka kita tak bisa bertahan hidup. Jangan malu jadi mahasiswa pertanian, justru kita harus bangga, harus melawan gengsi,” papar Deni.

 

Penulis:

Ida Suprastiwi

Nadhiifah Nurul Haq

Editor:

Leana

Ayu Kumala Sari