Letusee: Mengolah Makanan Sehat dari Kebun Petani

Pepatah asing “you are what you eat”, apa yang dimakan berpengaruh pada kesehatan. Jika memiliki pola makan sehat, tubuh akan sehat. Begitu pula sebaliknya, makan makanan yang tidak sehat, cenderung lebih sering sakit. Tapi tak semua orang menyadari makanan yang dikonsumsi sehari-hari ternyata bisa mengakibatkan berbagai jenis penyakit baik dari kandungan bahan makanan itu sendiri maupun cara pengolahannya yang kurang baik. Berdasarkan statistik World Health Association and American Cancer Society, hampir 80% orang dalam masyarakat modern akan meninggal dunia yang disebabkan oleh penyakit akibat makanan yang tidak tepat.

Mengajak semua orang termasuk diri sendiri untuk makan sehat dan berkesadaran adalah misi utama dari Letusee. Berawal dari warung salad sederhana, pendiri Letusee Nurul Haida (Nuha), Dadang Anggartama (Dadang) dan Maria Stephanie (Steffi) berkomitmen membangun Letusse.

Ide nama Letusee sendiri berasal kata lettuce. Lettuce berarti selada dalam bahasa Inggris. Kata ini dipilih lantaran selada adalah komponen utama dalam menu salad yang mereka buat. Selain itu, Letusee juga merupakan singkatan dari Let you see, yang maknanya ingin mengajak konsumen untuk melihat atau mengetahui asal usul bahan  pangan yang diolah Letusee.

Makanan Sehat

Menu utama yang disajikan Letusee sebagian besar berupa salad dan sandwich. Berbagai menu dikembangkan menggunakan bahan dasar sayur dan sebisa mungkin mengurangi proses pengorengan makanan. Istimewanya bahan baku yang digunakan berasal dari kebun Letusee, pertanian Sayur Organik Merbabu serta dari Pasar Organik Komunitas. Meskipun gaya penyajian ala menu barat, seluruh bahan baku pembuatan hampir seluruhnya dari bahan lokal.

Mengusung tema makanan sehat bagi Letusee adalah bentuk bisnis yang bertanggung jawab. Tanggung jawab menyajikan makanan yang dapat menyehatkan siapapun yang mengkonsumsi. Selain sehat untuk tubuh, seyogyanya sehat juga bagi orang maupun lingkungan sekitar. “Lebih dari sekedar menjual produk, kami bertanggung jawab pada konsumen atas asal usul pangan yang kami sajikan,” kata Steffi.

Kebun Letusee

Kebun Letusee adalah perwujudan impian dari para founder Letusee untuk menjadikan warung makan yang terintegrasi. Letusee ingin menjadi penyedia bahan baku masakan yang akan diolah di gerai. Menjadikan warung makan terintegrasi dari hulu ke hilir, mulai dari produksi bahan, pengolahan di gerai, bahkan sampai pengelolaan limbah hingga dapat dipakai kembali untuk produksi adalah cita cita kedepan Letusee. Konsep tersebut, harap Letusee dapat ditiru dan di wujudkan di kota-kota lain di Indonesia.

Tentu tak mudah bagi Letusee mengembangkan warung makan terintegrasi, disisi internal banyak ide yang ingin diwujudkan namun terkendala bermacam alasan. Kendala lain adalah masih banyaknya masyarakat sekitar yang belum terbiasa makan makanan sehat.

Kebun Letusee memang baru sebagian kecil menyuplai kebutuhan gerai, tetapi telah memberi banyak pelajaran mengenai bagaimana proses makanan ditanam dengan jerih payah petani. Letusee memiliki dua kebun yakni di daerah Jongkang seluas 1000 m2 dan didaerah Maguwoharjo seluas 300 m2. Berbagai jenis komoditas pangan dan sayur ditanam di kebun ini. Komoditas tersebut diantaranya bayam hijau, bayam merah, kangkung, ketimun, pakcoy, selada hijau, selada merah, cabai, rosella, selasih, kemangi dan okra. Tak ketinggalan mereka juga menanam sorghum putih. “Hasil panen dari kebun ini yang nantinya akan di olah Letusee untuk menu catering, dimasak sendiri untuk makan bareng-bareng, atau dijual ke teman,” ujar Dadang disela kesibukannya mengurus kebun tersebut.

Komunitas

Walaupun banyak kendala dalam mengembangkan konsep Letusee, tidak sedikit pula pengalaman yang mampir di keseharian tiga pejuang makanan sehat ini. Hal ini tidak terlepas dari peran orang atau komunitas lain yang mendukung gerakan dan misi Letusee. Sebut saja dari Agradaya, Kebun Roti, Mbale Jampi yang turut bersinergi dalam membentuk bisnis Food & Beverages berkarakter. Mereka sepakat untuk mengusung nilai (value) lebih tinggi daripada laba.

Karena mengusung nilai yang lebih tinggi dari laba, hal ini juga berimbas dari proses pemasaran hasil kreasi dapur mereka. Selama ini mereka hanya mengandalkan viral marketing. Melalui media sosial (Instagram dan facebook) dan word of mouth atau getok tular. Bentuk kegiatan diskusi, berbagi ilmu, demo masak atau kegiatan Pasar Sehat Letusee rutin mereka gelar. Ini juga bagian dari strategi mereka untuk memperkenalkan Letusee kepada khalayak.

Pertanian Indonesia

Letusee memiliki pandangan yang berbeda mengenai kondisi pertanian di Indonesia. Mereka berpendapat salah kaprah kalau ada yang bilang petanian Indonesia saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Seperti contoh, sebagian besar penduduk Indonesia sangat tergantung pada beras. Saat terjadi kelangkaan beras, timbul keresahan dalam masyarakat. Padahal di Indonesia banyak sekali alternatif sumber karbohidrat seperti umbi-umbian, jagung, sagu, dll. Kontribusi sederhana yang bisa dilakukan adalah mulai secara sadar mengubah paradigma dan kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan. Misalnya, paling tidak seminggu sekali nasi diganti dengan sumber karbohidrat lainnya. “Perpaduan ikan bakar dengan talas dan oseng sayur ternyata enak lho”, jelas Nuha.

Terakhir Nuha, Steffi dan Dadang berbagi tips untuk anak-anak muda ketika ingin membangun bisnis serupa ialah “Jangan bekerja sendirian, jangan gampang menyerah, dan jangan cuma ikut tren yang sudah ada, tapi jadilah trendsetter”. (Ras)