Kolaborasi Pertanian ala Wikikopi

Penasaran dengan Wikikopi, tim Petani Muda berkunjung ke markas mereka. Tak sulit menemukan Wikikopi karena lokasinya tepat di dekat monumen Tugu Yogyakarta. Setelah memarkir kendaraan di parkiran pasar Keranggan, kami segera ke tangga bagian timur menuju lantai 2. Nampak menyambut deretan kursi dan papan bertuliskan Wikikopi. Wikikopi, dimana kopi menjadi salah satu perantara utama setiap orang berkolaborasi, saling mengedukasi dan berbagi ilmu.

Lokasi di Pasar Tradisional
Ruangan mungil 3x6m terasa hidup dengan interaksi beberapa orang yang berdiskusi. Pemanfaatan teras sebagai tempat duduk cukup memanjakan mata melihat keramain di perempatan Tugu. Menempati ruang sederhana di lantai dua pasar tradisional Pasar Kranggan, Wikikopi memang jauh dari kesan warung kopi yang banyak bertebaran di Yogyakarta. Tak hanya lokasi, konsep yang ditawarkan tak kalah unik. Wikikopi tak hanya urusan pesan, seduh, minum, bayar kopi. Tempat sederhana ini berhasil disulap menjadi tempat belajar bersama dibanding sebuah coffeeshop.

 

WhatsApp Image 2017-02-10 at 15.56.46

Meja Seduh Wikikopi

Sebagai tempat belajar, Wikikopi secara rutin membuka kelas belajar bersama yang diberinama residen. Awal mula Wikikopi berdiri Desember 2014 langsung membuka residen. “Residen 1 diikuti sekitar 11 orang. Mereka sebagian besar rekan-rekan kami yang tertarik dengan kopi”, jelas Tauhid Aminulloh salah seorang pendiri sekaligus fasilitator.
Tauhid tak sendiri ia bersama rekan-rekan pecinta kopi dan pertanian sebut saja Qomarun Najmi dan Angelina Anggraeni. Mereka juga menggandeng rekan yang memang khusus berkecimpung di dunia kopi; Andry Mahardika. “Beliau tidak pelit berbagai karena berbagi pengetahuan akan menambah pengetahuannya”, tambah Tauhid.

Kelas Berpikir

Perjalanan Wikikopi tentu tak selalu mulus. Namun, konsep terus belajar tetap menjadi pegangan mereka. Contohlah ketika mereka menjadikan setiap kelas residen sebagai pembelajaran. “Wikikopi bukan kursus atau kelas keterampilan. Ini kelas berpikir dan menjadikan kopi hanya sebagai medium. Sampai sekarang masih terus perbaikan metode. Apa yang kami berikan dengan konsep residensi lebih menekankan soft skill, dibanding hard skill. Mereka akan dilatih kepemimpinan, komunikasi, manajemen, empati ”, terang lelaki murah senyum ini.
Pengetahuan dasar tentang kopi, proses mengolah kopi, hingga penyajian kopi tetap mereka pelajari. Namun ada nilai lain yang tak mereka tinggalkan: kolaborasi usaha yang mengandeng petani. Hal ini tak lepas dari permasalahan petani kopi yang mirip dengan petani komoditas lain di Indonesia. Rendahnya harga yang didapat petani dibandingkan harga beli konsumen akhir. Panjangnya rantai distribusi dari petani hingga konsumen serta praktek tengkulak dan oligopoli menjadi penyebabnya.
Kondisi semakin parah karena rendahnya pengetahuan petani kopi terhadap pola konsumsi konsumen kopi. Sebagai tanaman industri, kopi dikonsumsi dengan karakter konsumsi yang beragam. Kopi bisa dinikmati dengan karakter kopi pasaran, kopi sebagai identitas gaya hidup hingga kopi sebagai produk artisan. Pada umumnya petani hanya paham cara konsumsi kopi sebagai produk kopi pasaran yang memang berharga paling rendah. Petani tak cukup punya imaginasi dan pengetahuan untuk meningkatkan daya tawar produk mereka.
Adanya praktek oligopoli yang memanfaatkan dan mempertahankan ketidaktahuan petani kopi atas produk mereka dan pasar atas produk mereka. Pada akhirnya para pedaganglah yang menikmati porsi yang lebih banyak atas harga beli kopi yang ditebus oleh konsumen green bean. Pemerintah berupaya menyelesaikan masalah ini salah satunya dengan memperbaiki pola perdagangan melalui sistem resi gudang dan perdagangan berjangka (forward contract). Sayangnya program ini belum bisa berjalan di lapangan.
Kemirisan terasa makin lengkap dengan adanya mitos tentang kopi. Misalnya, efek buruk kopi jika kecanduan. Padahal kopi mengandung zat psikoaktif yang paling aman. “Tapi memang ada dampak buruk ketika ditambahkan bahan lain,” terang Tauhid yang ingin memiliki integrated farming ini.
Sambil berbincang dengan Tauhid, beberapa kali Petani Muda mendapat kehormatan disuguhi kopi racikan residen yang sedang mencoba berbagai cara penyajian kopi. Kami pun ditantang memberikan pendapat mengenai rasa kopinya.
“Rasa kopi sangat terkait erat dengan pengalaman rasa si pencicip. Semakin kaya rasa yang pernah dicicip akan semakin kaya jejak rasa yang bisa dikenali dari kopi”, terang Tauhid.
Ia menyarankan kalau mau jadi penikmat kopi sebaiknya minum kopi murni tanpa tambahan pemanis, coklat, atau pun susu. Katanya, alasan minum kopi paling pas itu karena kenikmatannya. Rasa kopi sebenarnya sangat kompleks dan tidak sekadar pahit. Ia bisa berasa asam, manis, hingga pahit getir. Bagi mereka yang ahli, bukan hal sulit merasakan sensasi rasa buah-buahan pada secangkir kopi, padahal yang ia minum hanyalah kopi murni.

 

WhatsApp Image 2017-02-10 at 15.56.50

Belajar di Kebun Kopi jadi Agenda Rutin

Kekurangtahuan masyarakat Indonesia mengenai kopi menjadikan kurangnya perhatian terhadap kopi. Padahal tanaman yang hanya bisa tumbuh bagus di daerah tropis ini menjadi salah satu komoditas unggulan perdagangan pertanian dunia. Ujung-ujungnya petani kopi pun kurang mendapat penghargaan yang layak terhadap apa yang mereka hasilkan.
“Kita melihat ada yang salah dengan sistem perdagangan kopi selama ini. Mereka yang mengambil keuntungan banyak justru bukan petani. Ada mata rantai yang salah. Di sini kita mencoba menerapkan konsep direct trade dari petani ke konsumen langsung,” ujarnya.

Direct Trade
Fair trade dianggap belum ideal untuk kalangan produsen seperti petani kopi karena sertifikasi yang mahal dan dari luar negeri. Hal ini semakin menjauhkan orang di negeri produsen ke produknya karena ada lembaga lain yang mengesahkan mereka. “Fair trade di kopi juga tidak memberikan pengetahuan yang layak tentang kopi. Misal produknya hanya berupa chery bean padahal petani masih potensial mengolah sampai green bean”, terang Tauhid.
Wikikopi pun mencoba sistem direct trade kopi dimana petani diajak mengolah kopi sampai green bean sehingga bisa meningatkan nilai ekonominya. Petani pun mendapat pembagian hasil yang lebih baik, dimana 70% margin pemasaran yang diperoleh untuk petani. Wikikopi pun tak segan memberikan masukan ke petani untuk meningkatkan kualitas produknya.
Kolaborasi dengan petani bukan hal baru bagi Wikikopi. Sejak berdiri Wikikopi memang mengawali kolaborasi dengan petani kopi di kampung Sabin, Papua. Kopi kampung Sabin mungkin satu-satunya kopi di dunia yang ditanam di atas lahan batu bara, jadi rasanya pun unik. Awalnya petani kopi disana belum terbiasa petik buah kopi yang berwarna merah/matang. Padahal petik merah sangat mempengaruhi kualitas kopi yang dihasilkan. Wikikopi masuk dan berkomunikasi dengan masyarakat kampung Sabin dan menguatkan mereka bahwa mereka bisa hidup dari hasil pertanian mereka sendiri. Komunikasi yang intens membuahkan hasil. Kopi ini merupakan produk pertama dari kampung Sabin yang diperdagangkan ke luar.
Kini hubungan Wiki kopi dengan petani penghasil kopi di kampung Sabin dibantu oleh Nicolous Buvega. Lelaki yang sehari-hari sebagai PNS ini kini juga telah mengembangkan pemasaran kopi di luar Wikikopi. Hubungan wikikopi dengan masyarakat Papua tak hanya dalam jual beli kopi. Namun telah jauh lebih dalam dari itu. Nicolous Buvega sering menitipkan adik-adiknya masyarakat Papua yang di Yogyakarta untuk belajar bersama mengenai kopi dan pertanian di Wikikopi. Harapannya tentu mengenalkan mereka pada potensi pertanian khususnya Kopi yang dimiliki tahan kelahirannya.
Kelas residence di Wikikopi rata-rata selama empat bulan. Wikikopi memberikan pengetahuan kepada banyak orang untuk mengenal asal usul kopi diproduksi, sistem perdagangan, dan cara penyajian. Wikikopi menawarkan bagaimana orang bisa memberikan apresiasi terhadap kopi dan petani penghasil kopi. Dengan begitu mereka tidak sekadar menikmati minuman itu. Tapi bukan berarti semua residen di Wikikopi harus mumpuni sebagai tukang seduh kopi.
“Temukan peranmu sendiri. Tidak semua harus menjadi ahli penyaji kopi. Rantai pertanian kopi sangat panjang, bisa ambil peran di produksi, pengolahan, management ataupun pemasaran”, ujar Tauhid bersemangat.
Belajar kopi di Wikikopi pun tak hanya seusia kelas residen yang rata-rata 4 bulan. Belajar seolah tak mengenal waktu di Wikikopi. Sebut saja Anisa Sari Asih. Lulusan salah satu universitas di Yogyakarta ini tergabung di kelas residen 3 Wikikopi sejak 27 Mei 2015. Perempuan manis yang pernah menjadi koordinator Jogja Berkebun tahun 2015 ini masih sering ke Wikikopi: terlibat dalam diskusi, jalan-jalan ke kebun kopi, brewing kopi, ataupun belajar tentang kopi dari residen baru.
“Di Wikikopi bisa belajar banyak hal. Belajar komunikasi, interaksi sosial, manajemen. Belajar tentang kopi, kebun, sensor rasa, melihat kopi dari banyak sisi. Wikikopi sudah seperti rumah kedua”, ujarnya dengan berbinar-binar.
Wikikopi tak sendiri, beberapa kali mereka menggandeng komunitas lain untuk kolabirasi tentang kopi. Letusee sebuah resto makanan organik diajak kolaborasi mengolah makanan berbahan kopi. Pernah juga Letusee diundang untuk mengisi kelas pembuatan kombucha untuk komunitas Wikikopi. Hasilnya kombucha cascara (kombucha dari kulit kopi) dengan citarasa unik.

 

WhatsApp Image 2017-02-10 at 15.56.47

Kolaborasi Wikikopi & Letusee membuat masakan berbahan dasar kopi

Kolaborasi seolah menjadi energi bagi Wikikopi. Tengok saja kulkas/show case di Wikikopi yang mereka sebut dengan Wikikulkas. Bukan sembarang kulkas, di dalamnya Wikikopi menyediakan model bisnis yang bisa dikembangkan bersama. Berbagai produk dari rekanan Wikikopi dipajang di dalamnya. Bagi Wikikopi ini bukan soal menang sendiri tapi kolaborasi. (Leana.)