Budi Haryono, Petani & Peneliti

Terjun di bidang pertanian tak menjadi bayangan Budi Haryono sebelumnya. Bagimana tidak, lulusan Ilmu Kimia ini awalnya berpikir ilmu kimia tidak ada hubungannya dengan pertanian. Kenyataan menjadi berbeda setelah pemilik nama lengkap Budi Haryono ini bergabung dengan Tim Research & Development PT Indmira sejak 2012 silam. “Pertanian ternyata membutuhkan berbagai disiplin ilmu”, ungkap lelaki sederhana yang kini mengembangkan riset di bidang nutrisi hidroponik ini.

Hidroponik merupakan salah satu bagian riset Indmira, perusahaan riset di bidang agrokompleks yang berdiri sejak 1985. “Hidroponik muncul dari pemahaman bahwa tanaman hidup bukan karena tanah, tetapi dari unsur-unsur yang terdapat di dalam tanah. Karena itu, jika unsur-unsur yang dibutuhkan terpenuhi, tanaman bisa tumbuh tanpa tanah”, tambah Budi.

Berbekal teknik budidaya dan pengalaman riset yang telah dilakukan, Budi mulai menerapkan sistem hidroponiknya di lahan depan rumah. Ia melihat peluang pasar yang luas dan juga sebagai media belajar pengembangan sistem hidroponik. Saat ini ia memiliki 3 luasan lahan hidroponik. Konstruksi ukuran 2×6 meter di lahan depan rumah, serta 2 konstruksi ukuran 2×6 meter dan 4×4 meter di lahan perumahan dekat rumahnya. 3 konstruksi ini mampu memberinya panen 2 kali seminggu, dengan berat sekitar 5-6 kg tiap panennya.

Beberapa keuntungan hidroponik telah menjadi alasan mantap Budi untuk berbudidaya. Diantaranya sistem hidroponik bisa ditanam pada lahan sempit, mampu menghemat air 90% dan tidak mengenal musim. Teknik budiadayanya bersih dan higienis, hasil panennya pun sehat. Selain itu, pemeliharaan mudah dilakukan dan waktu panen lebih cepat. Dengan pengalaman dan pengetahuan yang ia peroleh selama ini, ia berharap suatu hari akan memiliki kebun hidroponik dan karyawan sendiri.

Selada dan caisim tetap menjadi andalan Budi dalam budidaya hidroponik. Dipilihnya selada bukan lain karena permintaan pasar yang besar dan tahan terhadap hama penyakit. Selain selada dan caisim, Budi juga menanam komoditas lain seperti kangkung dan ujicoba menanam buah-buahan seperti melon. Ia menegaskan bahwa selain budidaya ia juga belajar dalam mengembangkan teknik hidroponik. “Budidaya sekaligus belajar”, ungkap pria murah senyum ini.

Dalam proses budidaya hidroponik di rumah, Budi di bantu oleh seorang teman saat pembuatan konstruksi sampai panen. Di awal pembuatan konstruksi, ia sempat kewalahan karena dilakukan pada bulan puasa. Kontruksi hidroponik yang ia buat menggunakan sistem NFT (Nutrient Film Technique) dan gabungan sistem Wick (sumbu).  “Pemotongan pralon dilakukan tiap malam hari saat bulan puasa. Pemasangan plastik dan sterofoam di lakukan siang hari sampai sore, cukup menguras tenaga juga ternyata” imbuh pria yang mengidolakan Yusuf Mansur ini.

Panen pertama pada bulan Juni  ia bagikan sayurannya pada tetangga sekitar rumah. Tetangga pun sangat antusias menanam dengan sistem hidroponik. Orang tua pun turut serta membantu pemasaran. Hasil panen dipasarkan ke rumah makan dan pasar. Selada dijual Rp. 1500 ,-/tanaman dan Rp 15.000 per kg. Untuk caisim dan kangkung sekitar Rp. 12.000 per kg.

Berbudidaya secara hidroponik tak melulu mulus-mulus saja. Ketika ditanya bagaimana jatuh bangun selama budidaya hidroponik, ia menyebutkan saat listrik mati. “Waktu ditinggal kerja, banyak tanaman yang layu. Padahal pada sistem hidroponik listrik harus selalu stabil. Namun hal ini bisa disiasati dengan menyiram tanaman secara manual satu kali sehari.” Imbuhnya.

Sebagai alumnus jurusan kimia Universitas Negeri Yogyakarta, banyak teman-teman seangkatan yang bertanya tentang budidaya dan tertarik untuk ikut nyemplung ke pertanian. Tak lupa, pria yang akrab di sapa Mas Budi ini juga membagikan tips bagi anak muda yang ingin budidaya. “Jangan cepat menyerah dan tak buru-buru mengambil kesimpulan. Misal jika budidaya pertama gagal, lantas jangan cepat menyimpulkan tidak bisa budidaya. Karena belum tentu, ada faktor-faktor yang sebaiknya diperbaiki lagi. Kuncinya belajar dari kesalahan.” Jelas penyuka sate dan mie ayam ini.

Menurut Budi saat ini banyak petani maupun calon petani yang bertani tapi tidak sambil riset untuk meningkatkan hasil pertanian. Artinya bertani berdasar apa yang ia ketahui pada umumnya. Menggunakan sistem budidaya yang turun temurun, tanpa pengembangan. Padahal dengan pengembangan akan memacu perkembangan teknologi petanian. “Seperti contoh, dengan adanya sistem hidroponik, petani di latih untuk ikut meneliti dan mengamati sistem, media maupun pupuk yang tepat dan sesuai.’’, tambahnya bersemangat.

(A_saraswati)