Kotor, susah, dan tak menarik menjadi identik dengan berkebun atau bercocok tanam. Anggapan berkebun tak keren pun bermunculan. Berjuta alasan muncul saat diajak berkebun. Benarkah berkebun itu susah?
Mengajak masyarakat urban berkebun dengan konsep mudah dan sederhana adalah tujuan utama Jogja Berkebun (Jogbun). Sebuah komunitas hijau di Kota Gudeg, Yogyakarta. Tak perlu mencari tempat yang luas atau subur, cukup memanfaatkan lahan tidur di perkotaan. Lahan tidur disulap jadi hijau dengan ditanami berbagai komoditas pangan, sayur, herbal, buah, atau tanaman bunga. Komunitas ini memupuk gagasan sederhana menjadi gerakan yang melibatkan orang ramai untuk lebih mencintai lingkungan.
Jogja Berkebun merupakan komunitas jejaring bagian dari Indonesia Berkebun. Indonesia Berkebun memiliki visi dan misi untuk menyebarkan semangat positif kepada seluruh warga untuk lebih peduli kepada lingkungan di perkotaan dengan program urban farming. Gerakan ini bertujuan agar masyarakat memiliki ketahanan dan kemandirian pangan secara berkelanjutan untuk mengantisipasi krisis pangan pada masa yang akan datang. Masyarakat kota yang biasanya identik sebagai konsumen pangan, kini mulai diajak untuk terlibat sebagai produsen. Terlibat dalam menanam pangan yang akan dimakan.
Sejak 2013 Jogbun mulai aktif mengelola lahan tidur. Awal Kegiatan Jogbun adalah Merti Kampung yang dilaksanakan di kotagede bekerja sama dengan Telkomsel. Antusias warga sangat terlihat pada kegiatan pertama tersebut. Tak berhenti sampai di situ, penggiat Jogbun mulai mencari lahan tidur untuk dikelola. Kebun yang pernah dikelola diantaranya Kebun Taman Siswa, Kebun Pakualaman dan kebun arisan penggiat Jogbun. Untuk saat ini Jogbun tengah mengelola lahan tidur di Jalan Argulobang No.19 milik Dinas Kehutanan DIY.
Formasi keanggotaan Jogbun sering berubah-ubah. Hal ini berkaitan dengan sifat komunitas Jogbun yang tidak mengikat. Memiliki keuntungan dan kendala tentunya. Banyak anggota yang datang dan pergi menjadi salah satu kendala keanggotaan Jogbun.
Bagi penggiat Jogbun, banyak manfaat yang mereka dapatkan, diantaranya bisa memiliki banyak teman baru, yang memiliki kepedulian yang sama. Hal ini sesuai tagline yang mereka usung “Ayo Nandur, Nambah Sedulur” artinya dengan berkebun akan menambah persaudaraan.
Kegiatan berkebun juga dapat melatih tanggung jawab para pekebun, karena tanaman perlu dirawat agar hasilnya optimal. Selain itu banyak manfaat lain yang didapat para penggiat kebun ini, yang di sarikan dalam tiga konsep 3E, nilai Ekologi, Edukasi dan Ekonomi.
Ekologi
Salah satu tujuan Jogbun, mendorong warga kota untuk lebih peduli dengan lingkungan. Terciptanya kota yang semakin hijau, bersih, sehat, nyaman, mandiri, serta mempunyai nilai dan kualitas tinggi. Memanfaatkan sampah organik sebagai pupuk, membuat kompos, dan membuat lubang biopori untuk mengembalikan kesuburan tanah. Jogbun membuat dan mengajarkan cara mengelola sampah organik dengan pembuatan MOL (Mikroorganisme Lokal). Fungsi dari MOL adalah mempercepat peleburan sampah organik menjadi pupuk. Penambahan MOL diharapkan memunculkan bakteri baik lebih banyak dan mempercepat proses pembusukan.
Jogbun berupaya melakukan pembenihan dan pembibitan tanaman secara mandiri. Seperti pembenihan tanaman cabai, pepaya, nangka, markisa, tomat, kangkung dan berbagai tanaman hortikultura menjadi pilihan mereka. Tak hanya itu, pembibitan tanaman buah seperti cangkok, stek, okulasi untuk tanaman jambu, rambutan, mangga juga dilakukan. Jogbun juga mengajak penggiatnya membuat langkah positif dengan memanfaatkan media tanam bekas pakai. Kegiatan ini diharapkan dapat mengurangi sampah dari lingkungan.
Edukasi
Jogbun ikut membantu mengubah pandangan masyarakat kota bahwa berkebun itu tak harus membutuhkan lahan besar. Pemanfaatan pekarangan rumah yang sempit dapat disiasati dengan sistem tumpang sari atau dengan vertikultur. Vertikultur bisa diartikan sebagai budi daya tanaman secara vertikal sehingga penanamannya dilakukan dengan menggunakan sistem bertingkat. Cara ini diharapkan dapat merangsang pemanfaatan lahan sempit terutama seperti diperkotaan yang sangat minim lahan untuk berkebun dan bercocok tanam.
Berkebun bisa dilakukan oleh siapapun. Namun yang perlu diingat, syarat utama tanaman harus terpapar sinar matahari, air tersedia, adanya sirkulasi udara, serta memiliki media berupa tanah, pupuk kandang, dan kompos. Sifat komunitas Jogja berkebun yang cair dan terbuka, memberi kesempatan tiap penggiat kebun untuk menggali potensi tiap individu dengan latar belakang berbeda. Mereka menyumbangkan banyak ide dari masing-masing sudut pandang keilmuan mereka. Sebut saja Merlangen Enfani Harismina atau akrab disapa Merla, dengan latar belakang ilmu arsitektur ia memilih aktif ke arah sektor pertanian dengan bergabung di Jogbun. “Seru,” cetus gadis kelahiran 26 Mei ini. Cerita yang serupa juga di alami oleh Arif Hadi Prayoga, mahasiswa Fakultas Ekonomi UII ini dianggap keluar jalur karena memilki minat kearah pertanian. Namun, walaupun begitu keluarga Arif cukup mendukung kegiatannya asal apa yang dia inginkan ditekuni dengan baik. Rencana kedepan Arif memantapkan diri untuk mengambil disiplin ilmu Manajemen Agribisnis untuk menunjukkan keseriusannya bergelut di sektor pertanian.
Banyak ilmu yang didapat dari komunitas Jogja berkebun ini. Mulai dari memilih benih, menyesuaikan media tanam, mengolah tanah, cara merawat tanaman, hingga trik memanen, juga diungkap Adi Pattolawali, salah satu penggiat kece Jogja berkebun. Adi berpendapat bahwa ia menjadikan Jogja Berkebun sebagai laboratorium untuk area belajar pertanian. Belajar ilmu biologi di lapangan, belajar memahami lingkungan, belajar menghargai petani, dan belajar mandiri.
Ekonomi
Komoditas utama yang dibudidayakan jogja berkebun di Kebun Dinas Kehutan DIY adalah sayuran. Seperti contoh: kangkung, sawi, bayam cabut, kacang panjang dll. Mereka memilih sayuran untuk mengisi kebun mereka karena sayuran dapat dikonsumsi langsung atau diolah terlebih dahulu. “Sejak di Jogbun aku jadi berani makan sayur mentah”, ungkap Merla sembari tertawa. Waktu panen sayuran juga lebih singkat sehingga hasilnya dapat dinikmati lebih cepat. “Kegiatan yang paling dinanti di Jogbun adalah panen, kangkung dan bayam sudah bisa dipanen setelah tiga minggu, hasilnya langsung kita masak bareng”, ujar Dityo Puspito Yuwono sembari tertawa.
Dengan menanam sendiri sayuran yang akan kita makan, kualitas sayuran lebih terjamin. Artinya kita tidak akan sembarangan memberikan bahan kimia kepada sayuran yang nantinya dimakan. Faktanya, penanaman sendiri sayuran yang bebas bahan kimia biayanya jauh lebih murah dibandingkan dengan membeli sayuran di supermarket. Misalnya seikat kangkung organik seberat 200 gram di supermarket dijual dengan harga Rp. 12.000 rupiah. Sementara itu, dengan membeli benih kangkung seharga Rp. 12.000 dan menanamnya sendiri, hasil panen bisa mencapai 8-10 kg. Selain untuk dikonsumsi sendiri, hasil panen berkebun dapat dijual dan mendatangkan keuntungan bagi pekebun.
Apa yang Jogja Berkebun lakukan masih jauh dari cita-cita awal Jogbun, yakni membuat semua lahan tidur bisa dikelola kembali dan meningkatkan gairah masyarakat untuk kembali menjadi masyarakat yang produktif melalui sektor pertanian dan perkebunan. Namun Jogja Berkebun sudah memulai sebuah langkah kecil dalam menghijaukan lingkungan perkotaan. Sepetak lahan tidur dan barang bekas mungkin tidak berarti jika hanya dibiarkan begitu saja. Namun bagi Jogbun, hal itu bermakna kesempatan dimulainya harapan baru bagi lingkungan hijau. Jogbun percaya usaha mereka menciptakan lingkungan hijau bagi masyarakat bisa dimulai dari langkah kecil ini. Sekecil atau sesempit apapun lahan yang ada, terbentang harapan agar lingkungan menjadi hijau, sehat, serta produktif sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
Saat ini Komunitas Jogbun memiliki sekitar 24-an penggiat aktif dan sekitar 4.470 followers di twitter @JgjBerkebun. Kegiatan ngebun dilakukan setiap hari sabtu pagi dari jam 07.00 WIB s/d selesai. Nah tertarik jadi penggiat kebun? Ayo Nandur Nambah Sedulur! (ras)