Agis Aulia: Garda Terdepan Penggerak Masyarakat Desa

Menjuarai sejumlah perlombaan di bidang Biologi bahkan sampai menyabet mendali perunggu dalam olimpiade Biologi mengantarnya melanjutkan kuliah di jurusan Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM). Rutinitas perkuliahan di kelas dan laboratorium sempat dia jalani, hingga muncul perasaan jenuh dalam benak pemuda sederhana ini. Keresahan melihat banyaknya masalah sosial di pedesaan menantangnya untuk terjun ke desa. Genap setahun mengecap perkuliahan di Fakultas yang menjadi impiannya dulu, Agis memutuskan keluar dan melanjutkan kuliah di Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan FISIPOL UGM.

Bersamaan dengan itu, ketertarikannya pada Koperasi pun muncul. Pemuda kelahiran Serang, 27 tahun silam ini bergabung di Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UGM dan sempat menjadi ketua pengawas 2011-2012. Tak berhenti sampai disana, kiprah Agis di bidang Koperasi juga mengantarkannya menjadi Koordinator Pusat Studi Koperasi Indonesia  tingkat Nasional tahun 2013. Bahkan penggemar sepakbola ini sempat menjadi juara 2 penulis pidato koperasi Tingkat Nasional 2013

Tak berhenti di bidang koperasi, Agis mulai melihat berbagai permasalahan di desa. Ia melihat potensi desa yang belum teroptimalkan adalah sektor pertanian, padahal sektor ini memiliki peran yang sangat penting. Menurutnya potensi dan peluang pertanian menjadi tidak teroptimalkan  karena faktor SDM. SDM pertanian saat ini didominasi oleh usia yg sudah tidak muda lagi, padahal sektor pertanian membutuhkan banyak inovasi. akhirnya Agis melihat peluang ini dan memutuskan untuk ambil bagian menjadi orang yang ingin memakmurkan negeri, melalui sektor pertanian.

Agis mulai mengenalkan pertanian kepada anak muda di Banten dengan membentuk Komunitas Banten Bangun Desa. Komunitas ini mengajak anak muda mengoptimalkan potensi luar biasa dunia pertanian Indonesia. Hal pertama yang ia lakukan adalah melakukan pemetaan sosial dalam artian mencari peluang dan potensi di desa yang bisa dioptimalkan untuk penghasilan  dan kesejahteraan masyarakat, setelah itu memulai peyusunan rencana bisnis, dan dilanjutkan dengan mengalang dana.

Awalnya Agis dan rekannya patungan semampunya. Seiring berjalannya waktu mereka mulai mencari investor untuk mengembangkan bisnis. Agis menjalankan pengelolaan pertanian terpadu atau pertanian terintegrasi  dengan menerapkan perencanaan yang matang, membuat management yang professional, dan melakukan aktivitas budidaya pertanian dengan ramah lingkungan.

Belajar dan berkecimpung di dunia pertanian bukan hal baru bagi lelaki murah senyum ini. Hal itu  sudah  digeluti Agis sejak mahasiswa semester  6. Ketika lulus 2013, ia mulai full time terjun disektor pertanian menjadi Petani Muda. Saat pertama terjun ke pertanian banyak respon yang didapat Agis baik itu dari orang tua maupun dari masyarakat sekitar.

“Awalnya orang tua saya marah, kecewa melihat saya terjun ke pertanian, mungkin orang tua mengharapkan saya yang lulus cumlaude FISIP dan menyandang banyak berprestasi, bekerja kantoran misal di BUMN atau sejenisnya, tapi malah terjun ke dunia pertanian. Saat itu saya mulai berdiskusi dengan orang tua untuk meminta jatah 2 tahun untuk mengaktualisasi ilmu menjadi petani dan penggerak desa, setelah itu kalau gagal saya melamar pekerjaan. Begitu janji saya dulu kepada orang tua, untuk menenangkan hati orang tua”, ungkap Agis dalam menjawab mengenai trik untuk meyakinkan orang-orang terdekatnya.

Lebih lanjut respon masyarakatpun beragam, ada yang meragukan, dan melecehkan. Agis ingat betul ada warga yang bilang, “Sekolah jauh jauh dikampus besar, lho kok jadi petani, tidak sekolah pun bisa jadi petani”. Tapi Agis hanya menanggapi dengan senyuman saja.

Memulai usaha di bidang pertanian tentu perlu persiapan matang. Agis mengawali dengan produksi di lahan yang tidak begitu luas, hasil panen dijual sendiri ke perumahan sekitar lahan pertanian, selanjutnya kerjasama dengan para pedagang sayur yang keliling perumahan.

“Pertama bertani menanam sayuran caisim, sawi sendok, kangkung, bayam, kemudian mengeluti dunia perikanan dengan budidaya patin dan lele. Selanjutnya saya mencoba peternakan kambing perah dan domba,” tutur Agis yang juga telah mengolah susu kambing perah dan sapi perah menjadi Yoghurt dan kefir.

Kendala paling utama yang sering Agis temui dalam mencari bibit serta management SDM. Pernah karena kelalain mengelola peternakan, Agis menuai kerugian. Sapi dan kambing perah terkena penyakit masitis, akibatnya produksi susu menurun. Kesulitan dalam penegndalian penyakit yang disebabkan oleh virus ini pun pernah dialami Agis. Namun seiring waktu ketekunannya membuahkan hasil peternakan yang sehat dan terpelihara dengan baik.

Tantangan berikutnya, pemasaran susu. Banyak orang meragukan adanya peternakan sapi di Serang Cilegon yang notabene daerah panas dan industry. Biasanya peternakan sapi perah dilakukan di daerah berhawa dingin seperti pegunungan. Kesabaran dan ketekunan memasarkan dan menjelaskan peternakan sapi perah menjadi bekal berharga dalam memasarkan produk hingga kini mulai dikenal masyarakat Banten umumnya.

Ketekunan Agis mengelola pertanian juga mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Akhir tahun lalu ayah satu anak ini sempat diundang dalam Kick Andy Show, sebuah acara TV yang cukup diminati masyarakat Indonesia. Bahkan lahan yang ia kelola menjadi lokasi Jambore Silahturahmi Nasional Petani Peternak Muda Seluruh Indonesia (JAMBORE SILATNAS). Tak main-main, kegiatan tersebut selain menghadirkan pegiat pertanian peternakan muda Indonesia juga mengundang Menteri Pertanian .

Tak pelit berbagi ilmu, Agis yang bercita-cita menjadi Menteri Koperasi dan Desa Terpadu 2035 ini membagikan sarannya. “Bila hendak berkecimpung dengan bidang pertanian sebaiknya ditekuni dengan baik, bekal ilmu memiliki peran 25% selebihnya  75% belajar praktek kepada pelaku dunia pertanian (praktisi), magang secukupnya atau minimal satu siklus budidaya pertanian hingga distribusi( penjualan dan marketing). Jangan lupa harus punya Mentor yang terus mendampingi dan mengarahkan. Tertarik mencoba? (Leana.)